Komite Hijaz merupakan cikal bakal
terbentuknya organisasi Nahdlatul Ulama yang dimotori oleh KH. Wahab
Hasbullah yang telah mendapatkan restu dari Hadratusy Syekh KH. Hasyim
Asy’ari. Penyebab dibentuknya Komite Hijaz adalah jatuhnya Khalifah di
Turki pasca Perang Dunia I, dan masuknya Raja Ibnu Saud yang kemudian
menguasai Mekkah. Raja tersebut beraliran Wahabi dan berencana menghapus
amaliyah keagamaan dengan bermadhzab.
Komite Hijaz merupakan delegasi ulama
pesantren Indonesia untuk menghadap Raja Ibnu Saud, penguasa Mekkah yang
baru namun beraliran wahabi pada tahun 1925. Tugasnya adalah untuk
menyampaikan kekhawatiran ulama Indonesia tentang rencana Raja Ibnu Saud
untuk menghapus kegiatan amaliyah keagamaan dengan bermadzhab.
Pada awalnya yang diutus adalah KH. R.
Asnawi Kudus, tetapi ketinggalan kapal sehingga tidak jadi berangkat.
Adapun keberatan tersebut disampaikan melalui telegram. Setelah
ditunggu-tunggu ternyata belum juga ada jawaban, maka berangkatlah KH.
Wahab Hasbullah ke Mekkah. Utusan Komite Hijaz tidak hanya KH. Wahab
Habullah (Surabaya), namun hanya beliau saja yang berangkat dari
Indonesia. Utusan yang lain adalah Syeikh Ghonaim Al Misri (Warga Mesir)
dan KH. Dahlan Abdul Qohar (Pelajar Indonesia yang sedang belajar di
Mekkah).
Misi yang diemban oleh Komite Hijaz
adalah menemui Raja Ibnu Saud Raja Saudi Arabia untuk menyampaikan pesan
para ulama yang ada di Indonesia agar Raja Ibnu Saud tetap memberikan
kebebasab berlakunya hukum-hukum ibadah dalam madhzab empat (Syafi’i,
Maliki, Hambali, Hanafi) di tanah Haram (Saudi Arabia).
Komite Hijas berhasil menemui Raja Ibnu
Saud dan menyampaikan pesan Ulama Indonesia. Akhirnya setelah menemui
Utusan tersebut, Raja Ibnu Saud menjamin kebebasan bermaliyah dengan
madhzab empat di Tanah Haram serta tidak akan menggusur makam Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Setelah misi ini selesai, KH. Wahab
Hasbullah kembali ke Indonesia dan bermaksud membubarkan Komite Hijaz.
Namun KH. Hasyim Asy’ari mencegah langkah KH. Wahab Hasbullah. Komite
akan tetap berjalan dengan tugas yang baru, yaitu membentuk organisasi
Nahdlatul Ulama sebagaimana isyarat yang diberikan oleh Syaichona Cholil
yang dikirimkan melalui seorang santrinya KH. R. As’ad Syamsul Arifin.
Pada saat itu langkah KH. Wahab
Nasbullah untuk mengumpulkan para ulama dilarang oleh Belanda. Namun
pertemuan tetap dilaksanakan dengan alasan untuk memperingati Haul
Syaichonan Cholil Bangkalan dan diadakan acara tahlilan. Bertempat di
rumah KH. Ridwan Abdullah di Jl.Bubutan VI Surabaya. Di area luar rumah
para undangan membaca tahlil sedangkan di dalam rumah para Kyai
menggelar rapat untuk mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Dengan
berakhirnya tahlilan maka terbentuklan Jam’iyah Nahdlatul Ulama pada
tanggal 16 Rajab 1344 bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.
Wallahua’lam (Hanya Allah yang lebih mengetahui)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar