Jumat, 16 Desember 2011

Sejarah Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama kepanjangan dari NU. Dalam bahasa Indonesia, ulama dan masyarakat menyebut dengan “Kebangkitan Ulama” NUmerupakan salah satu organisasi social keagaam terbesar diIndonesia dan juga mampu berkiprah di dunia internasional.

Nahdlatul Ulama lahir karena adanya tuntutan zaman di kala itu. Sehingga para Ulama yang dimotori oleh Hadratus Syekh K. H. Hasyim Asy’ari mendirikan organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama.

Berdirinya NU bermula dari pemikiran dan perkembangan politik dunia islam di kala itu. Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yeng beraliran sunni berhasil di taklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran wahabi pada tahun 1924.

Dengan berkuasanya Raja Ibnu Saud pada masa itu maka tersebar berita bahwa penguasa baru dunia Islam kala itu akan melarang segala bentuk amaliyah keagamaan yang beraliran Sunni. Padahal amaliyah keagamaan Sunni telah dijalankan selama puluh-puluh tahun di tanah arab. Raja Ibnu Saud akan menggantinya dengan model Wahabi. Jadi, amaliya Sunni yang berupa sistem bermadhab, ziarah kubur, maulid Nabi, dan lain sebagainya akan segera dilarang. Bahkan terdengar kabar bahwa makam Rosulullah SAW akan digusur.

Tidak hanya melarang aliran Sunni, Raja Ibnu Saud juga akan melebarkan sayap kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih memeretahankan kejayaan dunia islam, Raja Ibnu Saud berencana meneruskan kekhalifaan Daulah Usmaniyah. Karena alasan itulah ia berencana untuk mengadakan Muktamar Khilafah di Makkah sebagai khilafah yang terputus.

Sebagai bagian dari rencana Muktamar Khilafah tersebut, maka seluruh Negara Islam di dunia di undang oleh Raja Ibnu Saud untuk menghadiri muktamar. Termasuk Indonesia juga masuk dalam daftar undangan.

Di Indonesia sedang mempersiapkan delegasi untuk menghadiri undangan Raja Ibnu Saud. Mulanya dipilih 3 orang perwakilan, yaitu HOS Cokroaminoto (SI), KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan juga KH. Abdul Wahab (Pesantren). Namun dibelaka terdapat permainan sehingga nama KH. Abdul Wahab di coret dengan alasan tidak mewakili organisasi resmi manapun. Pencoretan tersebut tidak adil, karena dengan tidak ikutnya KH. Abdul Wahab berarti tidak ada perwakilan yang akan menyampaikan aspirasi para Ulama Pesantren Indonesia.

Dengan adanya kejadian itu, maka sadarlah para ulama bahwa organisasi sangatlah penting dalam membuat pergerakan. Keinginan para ulama untuk mencegah dihapusnya amaliyah aliran Sunni oleh Raja Ibnu Saud menjadi terkendala.

Untuk mencari solusi di atas, para ulama pesantren berkumpul dan mendirikan organisasi resmi yang diberi nama Nahdlatul Ulama atau Kebangkitan Ulama dan sampai sekarang dikenal dengan istilah NU. Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari (Ponpes Tebuireng Jombang) merupakan pendiri utama NU. Sebagai arsitek dan penggeraknya yaitu KH. Abdul Wahab (Popes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang), yaitu salah satu murid utama KH. Hasyim Asy’ari.

Adapun susunan pengurus PBNU pada saat (1926) itu ialah :

Syuriah

Rais Akbar KH. Hasyim Asy’ari Jombang
Wakil Rais Akbar KH. Dahlan Ahyad Kebondalem, Surabaya
Katib Awal KH. Abdul Wahab Hasbullah Jombang
Katib Tsani KH. Abdul Chalim Cirebon
A’wan KH. Mas Alwi Abdul Aziz Surabaya

KH. Ridwan Abdullah Surabaya

KH. Said Surabaya

KH. Bisri Syamsuri Jombanb

KH. Abdullah Ubaid Surabaya

KH. Nahrowi Malang

KH. Amin Surabaya

KH. Masjkuri Lasem

KH. Nahrowi Surabaya
Mustasyar KH. R. Asnawai Kudus

KH. Ridwan Semarang

KH. Mas Nawawi Sidogiri, Pasuruan

KH. Doro Muntoho Bangkalan

Syeikh Ahmad Ghonaim Al Misri Mesir

KH. R. Hambali Kudus
Tanfidziyah

Ketua H. Hasan Gipo Surabaya
Penulis M. Sidiq Sugeng Judowirjo Pemalang
Bendahara H. Burhan Gresik
Pembantu H. Sholeh Sjamil Surabaya

H.Ichsan Surabaya

H. Dja’far Alwan Surabaya

H. Usman Surabaya

H. Ahzab Surabaya

H. Nawawi Surabaya

H. Dachlan Surabaya

H. Mangun Surabaya

Dalam Anggaran Dasar pertama tahun 1927 dinyatakan bahwa NU didirikan bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu madzhab empat (Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi). Kegiatan – kegiatn yang dilakukan sebagai berikut :
  1. Memperkuat persatuan ulama yang masih setia kepada madzhab.
  2. Memberikan bimbingan tentang jenis – jenis kitab yang diajarkan pada lembaga – lembaga pendidikan Islam.
  3. Penyebaran ajaran Islam yangs sesuai dengan tuntutan madhzab empat.
  4. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya.
  5. Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan pondok pesantren.
  6. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.
Dalam pasal 3 Statuten Perkumpulan NU tahun 1933 disebutkan :
Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermadhzab, memeriksa kitab-kitab apakah itu dari Ahlussunnah Waljama’ah atau kitab-kitab ahli bid’ah, menyiarkan agama Islam dengan cara apa saja yang halal; berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid, surau dan pondok pesantren, begitu juga dengan hal ichwalnya anak yatim dan orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, yang tidak dilarang oleh syara’ agama Islam.”

Sumber : Antologi NU

Wallahua’lam (Hanya Allah yang lebih mengetahui)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar